Sunday, May 23, 2010

Misteri Penciptaan - Bab 1

BAB SATU

KITAB KEJADIAN DAN GEOLOGI

 Kita percaya bahwa seluruh Alkitab adalah Firman Allah, dan setiap kata diinspirasikan oleh Allah. Merupakan suatu pemikiran yang menyedihkan di dalam pikiran orang-orang saleh bahwa manusia telah membuang dan menentang Firman-Nya. Anak-anak Allah berduka sebab manusia tidak menghormati ketetapan Allah. Di antara keenam puluh enam kitab dari Alkitab, Kitab Kejadian telah menjadi sasaran keragu-raguan yang paling utama. Mereka yang menentang Alkitab seringkali berusaha untuk menjungkir-balikkan wahyu Allah yang jelas dengan jaman-jaman geologis dan penemuan-penemuan purbakala. Bukti-bukti di dalam geologi membuktikan kepada mereka bahwa bumi sudah ada selama puluhan ribu tahun, dan bahwa catatan enam ribu tahun sejarah di dalam Alkitab tidak bisa dipercaya. Dalam nama ilmu pengetahuan, dunia melemparkan serangannya pada Kitab Kejadian.
 Banyak saudara kekasih dalam Tuhan tidak terlalu ilmiah (penulis adalah salah satu dari mereka) dan menjadi tersesat dalam badai ini. Walupun geologi tidak membuat bagian dari renungan kita, demi kebaikan semua orang, kita akan mempelajari Firman Allah melalui kasih karunia Tuhan pada permulaan dari renungan kita dan akan melihat betapa sempurnanya Firman-Nya, sehingga kita bisa dengan khidmat melihat kecantikan-Nya dalam hadirat-Nya.
 Kitab Kejadian adalah wahyu Allah, sedangkan geologi adalah penemuan manusia. Allah tahu seluruh kebenaran. Dengan demikian, wahyu-Nya tidak akan pernah salah. Manusia hanya melihat sebagian. Dengan demikian, perkiraannya tidak akurat. Ketika kita meletakkan Kejadian berdampingan dengan geologi, kita seharusnya mengikuti Kejadian dan bukan geologi, sebab Allahlah yang berdiri di belakang Kejadian. Jika ada perbedaan mendasar di antara Kejadian dan geologi, kesalahannya pasti berada pada sisi geologi. Otoritas Alkitab adalah mutlak. Segala sesuatu yang bertentangan dengan Alkitab adalah salah. Syukur pada Allah Bapa kita bahwa Dia telah memberi kita wahyu yang demikian lengkap. Jika ada ketidak-cocokan antara Allah dan manusia, kita lebih baik melepaskan manusia dan menerima Allah. Jika tidak ada ketidak-cocokan, bukankah manusia yang lemah ini seharusnya semakin percaya pada wahyu dari surga?
 Manusia sering menertawakan kisah-kisah yang menggelikan mengenai penciptaan yang beredar di antara bangsa Cina, Babilon, dan negara lainnya. Tidak ada ilmuwan yang harus menghabiskan banyak usaha untuk membuktikan bahwa mitos-mitos tersebut salah. Alasannya adalah karena hanya sedikit bobot dari tradisi-tradisi ini. Itulah sebabnya mengapa mereka tidak terlalu menarik perhatian. Namun sikap manusia terhadap Alkitab sangat berbeda. Fakta bahwa mereka telah berusaha sekuat tenaga untuk menolak Alkitab membuktikan kekuatan Alkitab. Mereka tidak bisa memperlakukan Alkitab sama seperti tradisi-tradisi dari bangsa-bangsa sebab mereka mengenal sifat yang luar biasa dari Alkitab.
 Mereka semua yang sudah membaca Kejadian 1 tidak bisa tidak takjub pada keindahan catatannya. Sungguh biasa-biasa saja, namun sungguh ajaib! Dia hanyalah sebuah catatan yang sedehana dan tidak mengandung teori atau argumentasi apa pun untuk membuktikan keabsahannya. Penulis dari kitab ini tidak terikat oleh kitab ini, melainkan terangkat melebihi catatannya. Penulis yang sebenarnya dari kitab ini adalah Dia yang jauh lebih tinggi dari alam semesta yang dijabarkannya--Allah.
 Kalau saja pencatat kitab ini, Musa, menulis kitab ini berdasarkan pengetahuan dan idenya, intelektualnya yang sepenuhnya merupakan didikan Mesir tentunya akan dipengaruhi teori penciptaan bangsa Mesir. Namun siapa yang bisa mendeteksi jejak filosofi bangsa Mesir di dalam Kejadian 1? Mengapa demikian? Sebab Allahlah yang memberi inspirasi kepada Musa untuk menulis. Kalau tidak, bagaimana Musa bisa tahu bahwa tanah keluar dari air? Tentu saja, ini adalah fakta yang sudah terbukti oleh geologi dan merupakan penemuan modern. Kalau saja Musa tidak diberi inspirasi, akan sulit untuk menjelaskan fakta ini. Sedangkan untuk perkembangan kehidupan di atas bumi, walaupun Alkitab tidak mendukung teori evolusi, Alkitab tidak sama sekali menolak fakta bahwa terdapat kemajuan. Pertama, ada organisme yang hidup di air, dan kemudian ada manusia. Tidaklah seorang ilmuwan akan takjub pada catatan Musa? Allah yang mahatahu pasti telah memberi inspirasi menurut fakta-fakta; mereka yang diberi inspirasi oleh Allah yang mahatahu tidak mungkin salah.
 Namun Alkitab bukan buku pelajaran ilmu pengetahuan. Sasarannya adalah untuk menuntun orang-orang berdosa "kepada keselamatan melalui iman kepada Kristus Yesus" (2 Tim. 3:15). Walaupun demikian, Alkitab juga tidak mengandung kesalahan-kesalahan ilmiah. Jika terdapat kontradiksi dengan ilmu pengetahuan, itu adalah karena kesalahan dalam menafsirkan Kitab Suci atau kesalahan penilaian dari ilmu pengetahuan. Banyak pernyataan yang pasti dari para ahli geologi di masa lalu telah dijungkir-balikkan! Banyak pernyataan mereka yang tegas telah terbukti salah. Cummings mengatakan, "Geologi telah membuat kesalahan-kesalahan di masa lalu. Sangat memungkinkan bahwa dia akan salah lagi. Pernyataan yang tergesa-gesa dan menyolok oleh mereka yang tidak terlalu akrab dengan teori-teorinya bisa kembali terbukti tidak akurat."
 Karena Alkitab bukan buku pelajaran ilmu pengetahuan, dia hanya menyinggung "apa" dari penciptaan tanpa menyinggung "mengapa." Ilmu pengetahuan tertarik pada "mengapa." Tentu saja, dalam banyak hal dia sukses dalam melakukannya. Namun seseorang tidak boleh menjungkir-balikkan "apa" dengan "mengapa" yang teoritis hanya karena riset oleh pikiran manusia yang terbatas bertentangan dengan catatan Allah. Apa yang dikatakan Allah adalah fakta-fakta sebab Dia mengetahui segala sesuatu. Jika dunia ingin mempelajari apa yang telah dikatakan Allah dan mengapa Dia mengatakannya, dia tidak boleh berpegang kepada pendapatnya sendiri sambil menolak otoritas Allah. Memiliki hikmat adalah sesuatu yang baik, namun terdapat satu jenis kebodohan yang lebih diberkati.
 Di antara orang-orang Kristen, terdapat suatu teori yang populer bahwa Kejadian 1:1 adalah semacam pendahuluan umum, dan bahwa pekerjaan dari keenam hari sebenarnya merupakan pengembangan dari catatan di ayat 1. Dengan kata lain, mereka menganggap kata-kata "Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi" hanya sebagai subyek dari Kejadian 1. Mereka mengatakan bahwa di dalam kalimat pertama, penulis menuliskan ringkasan dari apa yang akan dia katakan, yang sesudahnya dia dengan panjang lebar masuk ke dalam penjelasan dari kalimat tersebut. Setelah memberi tahu kita bahwa Allah menciptakan langit dan bumi, Kejadian melanjutkan dengan memberi tahu kita kondisi dari bumi setelah penciptaan, dan bagaimana Dia menciptakan terang, udara, tanah, tanaman, dan binatang hari demi hari. Teori populer ini menganggap Kejadian 1 sebagai sebuah catatan dari penciptaan alam semesta, dan bahwa alam semesta diciptakan dari ketandusan. Jika kita mempelajari pasal pertama dari Alkitab dengan cermat, kita akan melihat kesalahan dari takhayul ini! Takhayul yang keliru ini, bukan Alkitab itu sendiri, telah membawa gereja ke dalam suatu perdebatan yang besar dengan dunia. Takhayul ini memberi alasan kepada manusia untuk mengatakan bahwa Kejadian tidak cocok dengan geologi dan menebarkan keraguan di dalam pikiran banyak orang muda mengenai keakuratan Alkitab.
 Dalam bahasa Ibrani, bahasa aslinya, terdapat tujuh kata di dalam kejadian 1:1. Masing-masing dari tujuh kata ini memiliki makna yang independen. Catatan yang diinspirasi Allah ini tidak mengatakan bahwa pada permulaan waktu, Allah membentuk langit dan bumi menjadi ada, atau bahwa Dia membuat mereka dari beberapa elemen. Dia mengatakan bahwa langit dan bumi diciptakan.
 Betapa jelasnya kata “diciptakan”! Menciptakan adalah membuat sesuatu dari ketiadaan (nothing); ini adalah menciptakan sesuatu dari kekosongan (void). Ini bukan membuat sesuatu dari beberapa elemen yang ada. Kata menciptakan adalah bara dalam bahasa aslinya. "Pada mulanya Allah bara langit dan bumi" (Kej. 1:1). Kata bara ini digunakan tiga kali lagi di dalam Kejadian 1 dan 2: (1) "Maka Allah menciptakan (bara) binatang-binatang laut yang besar dan segala jenis makhluk hidup yang bergerak, yang berkeriapan dalam air, menurut jenis mereka; dan segala jenis burung yang bersayap menurut jenis mereka. Allah melihat bahwa semuanya itu baik" (ay. 21). (2) "Maka Allah menciptakan (bara) manusia itu menurut gambar-Nya sendiri" (ay. 27a). (3) "Karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan (bara) yang telah dibuat-Nya itu" (2:3b).
 Menciptakan adalah membuat sesuatu dari ketiadaan. Binatang-binatang laut yang besar dan segala makhluk hidup tidak hanya memiliki tubuh luaran, melainkan suatu elemen hayat di dalam mereka. Satu-satunya jalan supaya hal ini bisa terlaksana adalah melalui pekerjaan penciptaan yang langsung dikerjakan oleh Allah. Itulah sebabnya mengapa dikatakan bahwa Allah menciptakan binatang-binatang laut yang besar dan segala jenis makhluk hidup (1:21). Ada suatu alasan yang baik mengapa Allah mengatakan "diciptakan" bukannya "dibuat." Demikian juga, walaupun tubuh manusia dibuat dari debu tanah, 2:7 memberi tahu kita bahwa manusia memiliki roh dan jiwa yang tidak bisa dibuat dari bahan jasmani. Inilah sebabnya mengapa Alkitab mengatakan bahwa Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya sendiri.
 Di dalam Kejadian 2 ada tiga kata untuk tindakan penciptaan: (1) Bara, yang berarti membuat sesuatu dari ketiadaan. Kita sudah membahasnya secara singkat. (2) Asah, yang berarti membuat. Kata ini sangat berbeda dengan kata yang pertama. Bara adalah untuk membuat sesuatu dari ketiadaan, sementara asah berarti ada bahan baku terlebih dahulu, dan kemudian sesuatu dibuat dari bahan baku itu. Seorang tukang kayu bisa membuat kursi, namun dia tidak bisa menciptakan kursi. Dalam menjabarkan sebagian besar dari pekerjaan selama enam hari, kata ini digunakan. (3) Yatsar, yang berarti melengkapi, memiliki pengertian seorang tukang tembikar membentuk sepotong tanah liat menjadi suatu bentuk. Ini adalah kata yang dipakai sebagai membentuk di dalam 2:7. Yesaya 43:7 menunjukkan hubungan di antara ketiga kata: "Semua orang yang disebutkan dengan nama-Ku / yang kuciptakan untuk kemuliaan-Ku, / yang Kubentuk dan yang juga Kubuat." Menciptakan adalah membuat sesuatu dari ketiadaan, membentuk adalah mencetak menjadi suatu bentuk, dan membuat adalah mengerjakan dari beberapa bahan.
 Kejadian 1:1 menggunakan kata bara. Frase "pada mulanya" merupakan sebuah bukti yang lebih jauh bahwa Allah menciptakan langit dan bumi dari ketiadaan. Tidak diperlukan hipotesa apa pun. Karena Allah telah mengatakannya, manusia seharusnya percaya. Jika manusia ingin memahami pekerjaan Allah pada permulaannya dengan pikirannya yang terbatas, dia hanya akan mengekspos kesombongannya sendiri! "Karena iman kita mengerti bahwa alam semesta telah dikerangka (framed) oleh firman Allah" (Ibr. 11:3). Lebih jauh lagi, siapa yang bisa menjawab tantangan Allah kepada Ayub mengenai penciptaan?
 Allah menciptakan langit dan bumi pada mulanya. Langit bukan mengacu kepada langit di sekitar bumi kita melainkan kepada langit dari bintang-bintang. "Langit" ini belum berubah sejak penciptaan alam semesta. Walaupun langit belum pernah berubah, kondisi di bumi sudah berubah!
 Jika kita ingin memahami Kejadian 1, sangatlah penting untuk membedakan bumi di ayat 1 dengan bumi di ayat 2. Kondisi bumi di dalam ayat 2 bukanlah kondisi pada permulaan penciptaan Allah. Pada mulanya ketika Allah menciptakan langit dan bumi, ciptaan-Nya sempurna. Allah bukan Allah kekacauan (1 Kor. 14:33). Oleh karena itu, kondisi kosong dan tanpa bentuk di dalam ayat 2 bukanlah kondisi yang sebermula pada saat penciptaan Allah. Bagaimana mungkin Allah bisa menciptakan sebuah bumi yang kosong dan tanpa bentuk? Kita bisa menjawab pertanyaan ini dengan membaca hanya satu ayat. "Sebab beginilah firman TUHAN, / yang menciptakan langit, / --Dialah Allah-- / yang membentuk bumi dan menjadikannya / dan yang menegakkannya, / --dan Ia menciptakannya tidak rusak (waste), / tetapi Ia membentuknya untuk didiami--: / Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain" (Yes. 45:18). Betapa jelasnya ini.
 Kata rusak (waste) di dalam ayat ini adalah sama dengan kata "tanpa bentuk" di dalam kejadian 1:2, yang adalah tohu dalam bahasa Ibraninya. Sayang sekali, para penterjemah Alkitab tidak menggunakan kata yang sama di kedua tempat tersebut. "Ia menciptakannya (bumi) tidak tanpa bentuk." Lalu mengapa Kejadian 1:2 mengatakan bahwa "bumi tanpa bentuk"? Mudah untuk menemukan solusinya. Di dalam Kejadian 1:1, Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi yang diciptakan Allah pada waktu itu tidak kosong dan tidak tanpa bentuk. Kemudian terjadi malapetaka, dan bumi menjadi tanpa bentuk dan kosong. Ayat 3 bukan mengacu kepada penciptaan yang sebermula, melainkan kepada bumi yang dipulihkan. Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi, dan kemudian selama enam hari, Dia mencipta ulang dunia. Dunia di dalam Kejadian 1:1 adalah dunia yang sebermula, sedangkan dunia di dalam 1:3 adalah dunia kita hari ini. Kejadian 1:2 menjabarkan kondisi gersang yang merupakan transisi setelah dunia yang semula dan sebelum dunia kita hari ini.
 Kita tidak mendasarkan penjelasan kita hanya pada Yesaya 45:18 saja (walaupun Yesaya 45:18 saja sudah cukup sebagai bukti). Kita memiliki bukti-bukti lainnya. Menurut para pelajar Alkitab, dalam bahasa Yunaninya kedua kata pertama di dalam ayat 2 adalah kata penghubung, yang seharusnya diterjemahkan sebagai "dan." "Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi dan bumi tanpa bentuk, dan kosong." 
 Kata "dan," menurut penggunaan Ibrani--juga menurut kebanyakan bahasa lainnya--membuktikan bahwa ayat pertama bukanlah ikhtisar dari ayat selanjutnya, melainkan sebuah pernyataan dari kejadian pertama di dalam catatan. Sebab jika itu adalah ringkasan, ayat yang kedua akan merupakan permulaan dari sejarah yang sesungguhnya, dan tentunya tidak akan dimulai dengan kata kerja penghubung (copulative). Ilustrasi yang baik untuk hal ini bisa ditemukan di dalam pasal lima dari Kejadian (5:1). Terdapat kata-kata pembuka, "Inilah daftar keturunan Adam," merupakan ikhtisar dari pasal tersebut, dan, konsekuensinya, kalimat selanjutnya dimulai tanpa kata kerja penghubung. --G.H. Pember, Earth's Earliest Ages, 1942, reprinted 1975, p. 31.
 Oleh karena itu, apa yang mengikuti di dalam Kejadian 1:2 bukan penjelasan terperinci mengenai catatan di dalam 1:1, melainkan suatu kejadian yang independen, berbeda, dan belakangan. Penciptaan langit dan bumi adalah satu hal, dan bumi menjadi tanpa bentuk dan kosong adalah hal lainnya. Nanti kita akan menjelaskan mengapa bumi menjadi kosong dan tanpa bentuk.
 Sekitar seratus tahun yang lalu, Dr. Chalmers menunjukkan bahwa kata "was" di dalam "the earth was without form" seharusnya diterjemahkan "became" (menjadi). Dr. I.M. Haldeman, G.H. Pember, dan yang lainnya juga menunjukkan bahwa kata ini adalah sama dengan kata "menjadi" yang dipakai di dalam Kejadian 19:26. "Lalu menjadi tiang garam." Jika kata yang sama diterjemahkan "menjadi" di dalam 19:26, lalu mengapa dia tidak diterjemahkan sama di sini? Bahkan kata "menjadi" di dalam 2:7 sama dengan di dalam 1:2. Oleh karena itu, bukan hipotesis untuk menterjemahkan 1:2 secara demikian: "Dan bumi menjadi tanpa bentuk." Ketika Allah menciptakan langit dan bumi, bumi tidak tanpa bentuk dan tidak kosong. Belakangan bumi menjadi demikian. Mari kita membaca beberapa ayat lagi:
 "Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi" (Kej. 1:1). "Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya: (Kel. 20:11). Dengan membandingkan kedua ayat ini, kita bisa melihat bahwa dunia di dalam Kejadian 1:1 sangat berbeda dengan dunia di dalam 1:3. Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi, namun dalam enam hari, Allah membuat langit dan bumi, laut, dan segala isinya. Terdapat perbedaan yang sangat luas di antara menciptakan dan membuat. Yang satu adalah menjadikan sesuatu dari ketiadaan, sementara yang satunya lagi adalah memperbaiki hal-hal yang sudah ada. Dunia bisa membuat, namun tidak bisa menciptakan, sementara Allah bisa menciptakan dan juga membuat. Inilah sebabnya mengapa Kejadian mengatakan bahwa "pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi." Kemudian dikarenakan malapetaka, bumi menjadi gersang, dan "dalam enam hari Tuhan menjadikan langit dan bumi, laut, dan segala isinya" (Kel. 20:11).
 Dua Petrus 3:5 sampai 7 mengatakan hal yang sama. Langit dan bumi di dalam ayat 5 adalah langit dan bumi di dalam Kejadian 1:1. Ayat 6 berbicara mengenai dunia dibanjiri air, yang adalah bumi yang tanpa bentuk dan kosong dan yang berada di bawah air pada Kejadian 1:2. "Langit dan bumi sekarang" di dalam ayat 7 adalah dunia yang dipulihkan setelah Kejadian 1:3. Ada perbedaan yang jelas di antara pekerjaan Tuhan dalam enam hari dan pekerjaan penciptaan-Nya pada mulanya.
 Semakin kita membaca Kejadian 1:1, semakin kita akan melihat bahwa penjelasan kita di atas adalah tepat. Pada hari pertama terang dijadikan. Sebelum hari pertama sudah ada daratan, namun dia "tanpa bentuk, dan kosong" dan terkubur di kedalaman di bawah air. Pada hari ketiga Allah tidak menciptakan daratan; Dia hanya membuatnya muncul. F.W. Grant mengatakan bahwa pekerjaan enam hari hanyalah meletakkan tatanan baru kepada bumi; itu bukan menciptakan sesuatu dari ketiadaan. Bumi sudah ada di sana. Alkitab tidak pernah mengatakan bahwa bumi diciptakan selama keenam hari itu. Grant juga mengatakan, "Pada titik manakah hari pertama dimulai? Sebagian mungkin mengira bahwa itu dimulai saat kegersangan. Namun itu tidak benar. 'Petang' pada hari pertama mengindikasikan bahwa terang sudah ada di sana sejak semula. 'Gelap itu malam,' namun 'petang' adalah kegelapan yang sudah di bawah pengendalian terang.
 Pada hari pertama Allah tidak menciptakan terang; Dia hanya membuat terang muncul di bumi yang gelap. Demikian juga pada hari kedua, Dia tidak menciptakan cakrawala (heaven). Cakrawala di sana bukan langit dari bintang-bintang (heavens), melainkan "langit" beratmosfir yang mengelilingi bumi. Cakrawala tidak diciptakan pada waktu tersebut. Lalu darimana datangnya cakrawala? Jawaban kita adalah bahwa dia diciptakan di dalam ayat 1. Oleh karena itu, sekarang tidak perlu diciptakan; hanya perlu dipulihkan.
 "Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi." Tidak ada pembicaraan yang terperinci di sini. Kita tidak tahu apakah dunia yang semula itu diciptakan secara instan atau menjadi apa adanya dia melalui periode waktu yang tidak berkesudahan. Kita tidak tahu apakah dia diselesaikan dalam beberapa ribu tahun atau jutaan tahun. Kita tidak tahu bentuk dan ukurannya. Yang kita tahu hanyalah "pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi." Kita tidak tahu ada berapa tahun di antara ayat 1 dan ayat 2 dari Kejadian 1. Kita tidak tahu berapa lama yang lalu Allah menciptakan langit dan bumi, dan kita tidak tahu berapa lama setelah penciptaan bumi yang semula kegersangan di dalam ayat 2 itu terjadi. Tapi kita percaya bahwa ada sejangka waktu yang panjang di antara ciptaan yang sempurna pada mulanya dan perubahan menjadi sesuatu yang tanpa bentuk dan kosong yang terjadi belakangan.
 "Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi." Berapa lama kemudian "bumi menjadi tanpa bentuk, dan kosong"? Kita tidak tahu. Tapi kita tahu satu hal: ada suatu jurang pemisah yang besar di antara keduanya. Jurang pemisah yang lama di antara kedua ayat pertama dari Kejadian ini mencakup seluruh periode prasejarah. Tapi mulai ayat 3 sampai sekarang ada kurang dari enam ribu tahun. Karena kita telah membuktikan bahwa ada suatu jurang pemisah yang besar di antara kedua ayat pertama dari Alkitab, maka seluruh tahun yang dituntut eksistensinya oleh geologi dan seluruh periode geologi yang berhubungan dengan tahun-tahun tersebut bisa diletakkan di dalam periode ini. Kita tidak tahu berapa banyak waktu yang telah berlalu di atas bumi dan berapa banyak perubahan yang terjadi pada permukaan bumi dan atmosfir sebelum ada kondisi kosong dan tanpa bentuk; Alkitab tidak mengatakan apa pun mengenai hal ini.
 Tapi kita bisa mengatakan dengan yakin bahwa Alkitab tidak pernah mengatakan bahwa bumi kita berusia hanya enam ribu tahun. Alkitab hanya mempersaksikan bahwa ada enam ribu tahun sejarah manusia. Jika Alkitab tidak mengatakan sesuatu, ilmu pengetahuan bisa menduga-duga semaunya sendiri. Namun ilmu pengetahuan tidak bisa membentuk dugaan mengenai apa yang telah dikatakan Alkitab. Setelah kita memahami kedua ayat pertama dari Alkitab, kita bisa yakin bahwa tidak ada kontradiksi di antara Alkitab dan geologi. Semua serangan oleh geologi terhadap Alkitab adalah memukul angin. Betapa menakjubkannya bagaimana Firman Allah ditulis!
 Kita mengatakan demikian bukan untuk menyenangkan ilmu pengetahuan. Wahyu Allah tidak pernah goyah di hadapan manusia. Kita tidak melepaskan otoritas Alkitab untuk mengakomodasi penemuan manusia. Jika ada kontradiksi antara Alkitab dan ilmu pengetahuan, (dan kita menduga bahwa selalu ada, sebab manusia daging selalu berseteru dengan Allah), kita tidak memiliki maksud untuk merekonsiliasi dan menghilangkan perbedaan-perbedaan ini. Pernyataan di atas bukan diajukan setelah beberapa penemuan geologi, dalam usaha untuk merekonsiliasi Alkitab dengan ilmu pengetahuan. Ada orang-orang di gereja jaman dulu yang membicarakan hal ini. Pada saat itu, geologi belum ada! Ketika orang-orang seperti St. Augustus menafsirkan Kejadian, dunia belum memiliki istilah geologi!
 Seorang Kristen tidak bergantung pada hikmat manusia, melainkan pada Firman Allah. Kita tidak memerlukan apa-apa selain kepastian Alkitab. Selama kita memiliki "ada tertulis" (Mat. 4:6) di dalam Kitab Suci, segala sesuatu terpecahkan. Sayang sekali, banyak pengikut apologetic (sebuah cabang teologi yang berhubungan dengan pertahanan dan bukti-bukti Kekristenan – red) telah melupakan dasar mereka; mereka mengubah kata-kata dari Kitab Suci untuk mengakomodasi pengajaran manusia. Suatu contoh diberikan oleh A.W. Pink, yang mengatakan bahwa setelah terjemahan dari catatan peninggalan tertentu dari bangsa Asyur, para apologetic dengan antusias melaporkan bahwa banyak sejarah dari Perjanjian Lama telah terbukti! Ini sungguh kacau! Apakah Firman Allah perlu pembuktian? Jika catatan pada peninggalan bangsa Asyur tersebut serupa dengan catatan Alkitab, itu hanya menunjukkan bahwa catatan bangsa Asyur tidak memiliki kesalahan sejarah. Jika mereka tidak sesuai, itu hanya membuktikan bahwa catatan peninggalan tersebut salah. Manusia duniawi dan ilmuwan yang sia-sia itu tentunya akan menertawai logika kita. Tapi ini terjadi hanya untuk mendemonstrasikan Firman Allah yang mengatakan, "Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani" (1 Kor. 2:14). Kita tidak pernah boleh merendahkan diri kita untuk memenuhi tuntutan manusia. Memang kelihatannya sebuah ide yang baik untuk mengubah Alkitab supaya sesuai dengan selera manusia, namun melakukan hal tersebut mengubah sifat yang sejati dari Alkitab.
 Betapa menakjubkannya Kejadian 1! Dia hanya memberikan satu ayat untuk menjabarkan penciptaan yang pertama! Dia hanya menggunakan satu ayat untuk menjabarkan kegersangan dunia! Ini jauh lebih sedikit dibandingkan tiga puluh sekian ayat yang menjabarkan pemulihan dunia! Siapa yang bisa menghasilkan suatu komposisi yang bisa menyamai catatan dari Kejadian 1? Subyeknya sangat sulit, namun penjelasannya sangat jelas; faktanya mencakup rentang waktu yang panjang, namun penjabarannya sederhana. Dia tidak membicarakan ilmu pengetahuan, namun secara ilmiah akurat. Siapa selain Allah bisa menyusun tulisan seperti ini? Alasan mengapa Allah tidak mengatakan lebih banyak adalah karena Dia hanya bermaksud untuk menunjukkan kepada manusia hubungan Diri-Nya dengan manusia. J.N. Darby mengatakan:
 Wahyu dari Allah bukanlah suatu sejarah mengenai apa yang telah Dia lakukan, melainkan apa yang telah diberikan kepada manusia bagi kebaikannya, kebenaran mengenai apa yang harus Dia katakan kepadanya. Obyeknya adalah untuk mengkomunikasikan kepada manusia segala yang berkenaan dengan hubungannya dengan Allah...Namun secara historis wahyunya hanya sebagian. Dia mengkomunikasikan apa yang bagi hati nurani dan kasih rohani manusia...Sehingga tidak disinggung mengenai makhluk surgawi apa pun...Juga, mengenai bumi ini, kecuali fakta penciptaannya, tidak dikatakan apa-apa yang melebihi apa yang berhubungan dengan bentuknya hari ini. -- The Synopsis of the Books of the Bible, reprinted 1970, p. 9.
 Tentu saja, wahyu Allah bukan diberikan untuk memuaskan keingintahuan manusia, melainkan untuk memanifestasikan ke-AllahKepala-an-Nya, dosa-dosa dunia, jalan keselamatan, dan kemuliaan dan penghakiman yang akan datang.
 Pengetahuan duniawi hari ini memang berbahaya. Kecuali Allah memberikan kasih karunia kepada manusia, manusia akan menyombongkan dirinya dan memakai pengetahuan yang telah di dapatkan sebagai dasar untuk menentang Allah. Betapa sulitnya bagi seorang intelek untuk merendahkan dirinya! Manusia bisa mencari pengetahuan sebanyak yang dia inginkan. Namun Allah tidak akan menambahkannya dengan wahyu-Nya. Inilah sebabnya mengapa Dia tidak berbicara lebih banyak di dalam Kejadian 1. Keperluan kita hari ini bukan lebih banyak ilmu pengetahuan, melainkan persekutuan rohani yang lebih dalam. Hanya ini yang akan menuai buah yang sejati dalam kekekalan. Kita harus memuji Allah Bapa sebab Dia penuh dengan kasih! Dia tidak hanya menciptakan kita, melainkan juga mencipta ulang kita, dan membuat kita menjadi sebuah ciptaan baru dalam Tuhan Yesus. Tuhan Yesus! Betapa manisnya nama ini! Allah telah memberikan Putra-Nya kepada kita. Betapa kasih karunia yang ajaib!

No comments:

Post a Comment