BAB DUA BELAS
BAGAIMANA CARA MENGALAMI KRISTUS
SEBAGAI HAYAT YANG MENANG
Tanggal: 14 Nopember 1935, malam
Tempat: Chuenchow
Pembacaan Alkitab: Luk. 18:27; 2 Kor. 12:9; Rm. 8:1
Malam ini kita akan melihat bagaimana kita bisa mengalami Kristus sebagai hayat kita. Saya tidak mengatakan bahwa kita tidak memiliki hayat ini. Saya mengatakan bahwa sebagai tambahan dari memiliki hayat ini, kita bisa mengalami Kristus sebagai hayat kita. Jika kita memiliki Kristus hidup di dalam kita, kita akan memiliki kehidupan yang kudus yang sama seperti Kristus. Dia akan menempuh kehidupan yang kudus di dalam kita. Hanya hayat Kristus yang kudus, dan hanya Dia yang bisa menempuh kehidupan yang kudus. Kita adalah orang-orang berdosa. Hayat kita adalah hayat manusia; ia hanya bisa berdosa dan tidak pernah melakukan kebaikan. Jika hayat kita tidak diganti, ia tidak akan pernah bisa berubah. Malam ini kita akan melihat bagaimana kita bisa mengalami hayat Kristus dan bagaimana kita bisa membiarkan Dia untuk hidup di dalam kita.
Paulus berkata di dalam Galatia 2:20, “Bukan lagi aku…melainkan Kristus.” Kita tidak bisa menipu orang lain dengan firman ini. Kita tidak bisa dengan begitu saja menyatakan hal ini dengan mulut kita, sedangkan hati nurani kita menuduh kita. Paulus bisa dengan jujur mengatakan, “Bukan lagi aku…melainkan Kristus.” Inilah kehidupan yang menang. Kehidupan yang menang bukanlah kehidupan yang bermegah atas kemampuan atau kemenangannya sendiri. Kehidupan yang menang adalah kehidupan yang mengatakan, “Bukan lagi aku…melainkan Kristus.” Malam ini kita akan berkonsentrasi pada subyek ini. Singkatnya, jika seseorang ingin mengalami Kristus sebagai hayatnya, ada dua persyaratan yang diperlukan. Yang pertama adalah merelakan, dan yang kedua adalah percaya.
MERELAKAN
Melihat Bahwa Kita Tidak Bisa Melakukannya
Apa yang dimaksud dengan merelakan? Supaya seorang Kristen bisa merelakan, dia harus melalui pengalaman-pengalaman tertentu. Ada tiga tahap yang harus dia ambil. Tidak boleh meloncati atau mengubah mereka. Mereka tidak tergantikan; seseorang tidak bisa memiliki kehidupan yang menang melalui sarana lainnya. Lukas 18:27 mengatakan, "Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Allah." Ayat ini merupakan bagian dari sebuah cerita mengenai seorang pemuda yang datang kepada Yesus untuk bertanya bagaimana dia bisa memperoleh dan menikmati hayat yang kekal. Tuhan mengatakan bahwa supaya dia memperoleh hayat yang kekal, dia tidak boleh berzina atau membunuh dan tidak boleh mencuri atau memberi kesaksian palsu, melainkan harus menghormati ayah dan ibunya. Karena dia sudah memelihara semua perintah tersebut, pemuda itu merasa gembira ketika dia mendengar perkataan Tuhan. Dia mengira bahwa semua perintah tersebut mudah untuk dipelihara. Dia mengira bahwa mereka itu bukan masalah bagi dia sebab dia sudah memelihara semuanya sejak muda. Dia tidak kekurangan satupun juga. Namun kemudian Tuhan mengatakan bahwa dia kekurangan satu hal. Apakah satu hal yang mana dia kekurangan? Tuhan mengatakan, “Juallah segala yang kaumiliki dan bagi-bagikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di surga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku" (ay. 22). Setelah Tuhan mengatakan hal itu, pemuda itu merasa tidak berdaya. Dia mengira bahwa harganya terlalu besar, dan dia pergi dengan sedih.
Tuhan berpaling kepada murid-murid dan berkata, “Alangkah sukarnya orang yang banyak harta masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sebab lebih mudah seekor unta masuk melalui lubang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah" (ay. 24-25). Ketika murid-murid mendengar itu, mereka bertanya kepada Tuhan, "Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?" (ay. 26). (Kebanyakan orang hari ini mengira bahwa mereka itu kaya. Berapa banyak yang menyadari bahwa mereka itu miskin?) Tuhan mengatakan, "Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Allah" (ay. 27). Mengapa Tuhan mengatakan hal itu? Masalah dari pemuda itu bukan karena dia itu kaya, atau karena dia tidak mau menjual semua hartanya. Masalahnya terletak pada fakta bahwa dia hanya memiliki pandangan terhadap dirinya sendiri. Ketika dia pertama datang kepada Tuhan, dia melihat dirinya sendiri dan mengira bahwa dia bisa melakukannya. Akibatnya, dia memberi tahu Tuhan bahwa dia bisa melakukannya. Kemudian Tuhan memberi dia perintah yang baru, dan dia kembali melihat dirinya dan mengatakan bahwa dia tidak bisa melakukannya. Dia hanya melihat pada dirinya sendiri. Dia pertama melihat pada apa yang bisa dia lakukan dan kemudian pada apa yang tidak bisa dia lakukan. Dia tidak pernah melihat pekerjaan dan kuasa Allah. Itulah sebabnya mengapa Tuhan mengatakan bahwa hal-hal yang mustahil bagi manusia adalah mungkin bagi Allah. Yang Dia maksudkan adalah bahwa walaupun pemuda itu tidak bisa melakukannya, Allah bisa. Pemuda itu tidak bisa memberikan kekayaannya kepada orang-orang miskin. Namun Allah bisa membuat dia memberikannya kepada orang-orang miskin. Ini bukan perkara mampu dalam diri sendiri, melainkan perkara Allah sebagai Yang Mampu. Pemuda itu tidak melihat hal ini dan oleh karenanya dia pergi dengan sedih.
Tuhan memberi tahu pemuda itu untuk menjual dan membagikan seluruh miliknya kepada orang-orang miskin. Seorang yang kaya raya mungkin akan gelisah ketika dia mendengar perkataan semacam ini dan mungkin berkata, “Saya tidak bisa menjadi orang Kristen lagi. Apa yang harus saya lakukan jika saya menjual seluruh milik saya?” Tujuan Tuhan bukanlah untuk memiliki uang kita atau segala yang kita miliki. Tujuan-Nya adalah untuk membuktikan kepada kita bahwa kita tidak bisa melakukannya. Ananias dan Safira memiliki uang dan tanah. Petrus mengatakan bahwa selama tanah itu tidak dijual, itu tetap kepunyaan mereka. Bahkan setelah dijual, hasilnya itu tetap dalam kuasa mereka (Kis. 5:4). Jika seseorang tidak memiliki pimpinan Roh, dia tidak harus menjual segalanya dan mempersembahkannya. Filemon juga adalah seorang yang kaya raya. Paulus tidak menyuruh dia untuk menjual dan membagikan semua miliknya kepada orang-orang miskin. Tuhan meminta pemuda itu untuk menjual semua miliknya karena dia menyatakan bahwa dia sudah memelihara semua perintah itu. Ketika Tuhan memberi dia perintah untuk menjual semua miliknya dan mengikuti Dia, dia harus mengakui bahwa dia tidak bisa melakukannya.
Demikian juga dengan kita. Kita mungkin tidak sombong, iri, atau keras kepala. Kita mungkin tidak melakukan perzinahan dan mungkin mengasihi dan sabar, dan telah mempraktekkan hal-hal ini selama bertahun-tahun. Kita mungkin merasa bahwa kita sudah hampir berhasil. Begitu kita merasa demikian, Tuhan akan berkata kepada kita, “Masih tinggal satu hal lagi yang kurang padamu.” Satu hal ini bukan mengacu kepada menjual segala milik kita, melainkan kepada satu hal yang tidak bisa kita lakukan. Jika kita mengira bahwa kita mampu, Allah akan menemukan satu hal untuk membuktikan kepada kita bahwa kita tidak bisa melakukannya.
Ada seorang misionaris Barat yang merupakan seorang Kristen yang sangat menuntut. Pernah sekali dia datang kepada saya dan mengatakan, “Pada saya ada sebuah dosa. Mohon doakan saya.” Saya berdoa baginya setiap hari. Selama sekitar dua minggu, dia terus memohon sambil menangis, mengatakan, “Allah, bebaskan aku dari dosa ini.” Saya mengira bahwa dia sangat menderita karena dosanya sangat serius. Saya meminta dia untuk memberi tahu saya mengenai dosa yang serius tersebut. Dia mengatakan, “Sejak muda, saya memiliki kebiasaan ngemil. Saya ngemil sepanjang hari. Saya bisa mengalahkan banyak dosa, namun saya tidak bisa mengalahkan satu dosa ini. Tadinya, saya tidak mengira bahwa ini adalah sebuah dosa, namun sekarang saya tahu bahwa ini adalah sebuah dosa. Akan tetapi, saya tidak bisa mengalahkannya.” Saya selalu senang melihat seseorang yang begitu berdosanya sehingga dia menemukan bahwa dirinya tidak mampu untuk berhenti berdosa. Merupakan suatu sukacita melihat seseorang tidak mampu untuk mengalahkan dosanya. Hal yang paling buruk bagi manusia adalah melakukan dosa dan mampu untuk mengalahkannya. Jika kita demikian berdosanya sehingga kita tidak bisa menghentikannya dan tidak menemukan jalan untuk mengalahkannya, maka Allah siap untuk menyelamatkan kita. Saudari ini kekurangan satu hal. Dia tidak tahu bahwa dia memiliki satu dosa ini dan tidak menyadari bahwa ini adalah dosa. Begitu dia menyadari bahwa ini adalah dosa, dia menemukan bahwa dia tidak bisa mengalahkannya. Dia bersedia untuk melihat suaminya melepaskan pekerjaan yang gajinya $800 perbulan dan malah mengambil pekerjaan yang gajinya $100 perbulan. Dia bersedia untuk menderita banyak hal yang menyakitkan bagi Tuhan. Dia sangat mengasihi Tuhan dan mengasihi orang-orang Cina, namun dia tidak mampu untuk mengalahkan satu hal. Satu hal yang kurang dari pemuda itu adalah kemenangan atas uang, dan satu hal yang kurang dari saudari ini adalah kemenangan atas ngemil.
Setiap orang memiliki satu dosa tertentu yang tidak bisa dia kalahkan. Mengapa Tuhan meletakkan hal semacam itu di hadapan kita? Itu adalah untuk membuktikan kepada kita bahwa kita tidak bisa melakukannya, dan bahwa kita ini tidak berdaya, dan bahwa kita sudah meninggikan diri kita terlalu tinggi. Memang benar bahwa kita tidak melakukan perzinahan atau pembunuhan dan bahwa kita mungkin tidak sombong dan iri, namun kita selalu gagal ketika kita mencoba untuk menyingkirkan satu hal tersebut! Kita bisa menyombong bahwa kita tidak seperti orang ini atau orang itu. Namun Tuhan akan mengatakan kepada kita bahwa kita masih kurang satu hal; ada satu hal yang tidak bisa kita kalahkan. Kita masih kurang satu hal. Tuhan membuktikan kepada pemuda itu bahwa dia tidak bisa melakukannya. Hayat yang kekal adalah hayat Kristus. Untuk memperoleh hayat ini, kita harus menyadari bahwa kita sepenuhnya tidak mampu untuk melakukan apa-apa. Begitu kita menyadari hal ini, hayat Allah akan memanifestasikan kuasanya di dalam kita. Jika kita belum dibawa ke titik dimana kita dengan sepenuhnya menyadari ketidak-mampuan kita, kita tidak akan membiarkan hayat Allah untuk diperhidupkan melalui kita.
Yang paling saya takuti adalah seseorang berdosa terlalu sedikit. Orang seperti itu tidak baik dan juga tidak jahat, dan baik Kristus maupun Satan tidak terlalu menyenanginya. Saya senang melihat seseorang yang menemukan dirinya tidak mampu untuk mengalahkan suatu dosa tertentu, tidak peduli berapa keras dia berusaha. Sebagian mungkin melakukan dosa-dosa yang najis, hina, dan tercela. Yang lainnya mungkin melakukan dosa-dosa yang halus. Tidak peduli dosa macam apa itu, itu adalah dosa yang mengikat seseorang. Mungkin hanya satu atau dua dosa, namun seseorang tidak bisa mengalahkan mereka tidak peduli berapa banyak dia berusaha. Ketika hal ini terjadi, ada harapan bagi orang tersebut. Hal yang paling sulit untuk disadari oleh seseorang adalah bahwa dia tidak bisa melakukannya oleh dirinya sendiri. Jika seseorang melihat bahwa dia tidak bisa melakukannya, dia sudah dekat dengan keselamatan. Jika seseorang pada malam ini menyadari bahwa dia tidak bisa melakukannya, dia sudah dekat untuk mengalami hayat yang menang. Jika kita masih tidak menyadari bahwa kita tidak bisa melakukannya atau jika kita hanya memiliki doktrin tentang kemenangan tanpa hayat yang menang, kita harus meminta Allah untuk memberi kita terang dan memperlihatkan kepada kita bahwa kita sama sekali tidak bisa melakukannya.
Tidak Berusaha untuk Bisa Melakukannya
Setelah kita menyadari bahwa kita tidak bisa melakukannya, apa yang seharusnya kita lakukan? Setelah kita menyadari bahwa kita tidak bisa melakukannya, kita tidak boleh berusaha untuk bisa melakukannya. Saya mengenal banyak saudara saudari yang sudah datang kepada saya dan menangis di depan saya dan di hadapan Tuhan mengenai ketidak-mampuan mereka untuk mengalahkan dosa-dosa mereka. Mereka tidak seperti yang lainnya, yang dengan mudah merelakan segala sesuatu. Mereka sangat menyesal atas dosa-dosa mereka. Mereka merasa bahwa mereka tidak bisa berhasil jika mereka tidak mengalahkan dosa mereka. Lebih dari selusin orang telah datang kepada saya dan mengatakan bahwa jika mereka tidak bisa mengalahkan dosa mereka, mereka lebih baik mati. Apa yang seharusnya kita lakukan ketika kita menyadari bahwa kita tidak bisa mengalahkan dosa kita dan tidak berdaya sepenuhnya? Jika kita menginginkan penyelamatan, hal pertama yang seharusnya kita lakukan adalah jangan berusaha untuk melakukannya. Kita tidak seharusnya berusaha untuk mengubah diri sendiri atau membuat suatu ketetapan hati. Kita tidak seharusnya menghabiskan waktu untuk diri sendiri atau menetapkan pikiran kita untuk melakukan sesuatu. Ini adalah langkah yang paling penting. Banyak orang menyadari bahwa mereka tidak bisa melakukannya oleh diri mereka sendiri. Mereka mengakui bahwa mereka tidak bisa melakukannya, namun mereka masih secara konstan berusaha untuk bisa melakukannya. Mereka masih berjerih dan bergumul untuk menang. Ketika mereka melakukan hal ini, Allah tidak bisa melakukan apa-apa terhadap diri mereka.
Musim panas yang lalu saya menjumpai seorang misionaris Barat yang memiliki satu dosa yang tidak bisa dia kalahkan. Pada saat itu dia tidak menyadari bahwa Kristus adalah kemenangannya, dan dia tidak tahu bahwa Kristus ada di dalam dia untuk hidup bagi dia. Namun dia ingin mengalami hayat ini. Saya bertanya kepadanya, “Apakah Anda menyadari bahwa Anda tidak bisa melakukannya?” Dia menjawab, “Saya sudah tahu sejak lama, namun saya memiliki satu dosa yang terus saya lakukan. Saya benar-benar tidak bisa mengalahkannya.” Saya bertanya, “Apa yang Anda lakukan ketika dosa itu mendatangi Anda?” Dia berkata, “Saya berdoa untuk menolak godaan tersebut, saya berdoa supaya Allah melepaskan saya dari hal itu, atau saya berdoa supaya Allah memberikan kekuatan kepada saya sehingga dosa tersebut tidak akan berkuasa atas diri saya.” Saya mengatakan, “Anda tidak perlu melanjutkan. Saya sudah tahu kelanjutannya. Setelah Anda berdoa dan berdiri, Anda melakukan dosa yang sama lagi. Begitu Anda keluar dari pintu, Anda melakukan hal yang sama. Setiap kali setelah Anda berdoa, dosa Anda datang kembali kepada Anda.” Kemudian saya memberi tahu dia, “Anda telah melakukan kesalahan yang besar. Anda sangat tahu bahwa Anda tidak bisa melakukannya, namun Anda masih berusaha untuk bisa melakukannya dan Anda berjuang untuk melakukannya. Ketika dosa itu mendatangi Anda, Anda masih berusaha untuk melawannya. Karena Anda sudah tahu bahwa Anda tidak bisa melakukannya, mengapa Anda masih berdoa, menolak, dan meminta Allah untuk memberi Anda kekuatan untuk mengalahkan godaan Anda? Anda berdoa sedemikian sebab Anda mengira bahwa Anda masih baik dan bahwa Anda masih bisa melakukan sesuatu.”
Lalu saya memberi tahu dia bahwa jalan untuk dibebaskan adalah pertama-tama harus merelakan. Begitu dia memutuskan untuk tidak lagi berusaha untuk memperbaiki diri, dia akan sudah lebih dekat kepada kemenangan. Dia mengatakan, “Jika saya berdosa ketika saya menolak, bukankah akan lebih mengerikan jika tidak menolak?” Saya mengatakan, “Menolak berarti Anda masih hidup dan bekerja. Ketika hal ini terjadi, Allah tidak bisa melakukan apa-apa. Jika Anda ingin supaya Allah masuk ke dalam Anda, Anda harus pertama-tama merelakan. Anda harus menyadari bahwa kuasa Allah sudah ada di dalam Anda. Dia bisa hidup bagi Anda. Sekarang bukanlah waktunya untuk mempertimbangkan siapakah diri Anda, melainkan siapakah Allah.”
Pada suatu musim panas saya memberitakan injil di desa-desa bersama lebih dari dua puluh orang saudara. Udaranya panas, dan kami tidak bisa mandi di dalam. Oleh karena itu, kami semua pergi ke sungai untuk mandi. Ketika beberapa orang saudara sedang berenang, seorang saudara mengalami keram dan mulai tenggelam. Dia meronta-ronta dan berteriak minta tolong. Salah seorang saudara di antara kami adalah Wang Wei-san, yang sangat pandai berenang. Dia pernah mengabdi di angkatan laut. Saya mendorong dia untuk cepat-cepat terjun ke air untuk menyelamatkan saudara yang tenggelam itu. Namun dia diam saja dan tidak mau bergerak. Saya sangat putus asa dan sedikit marah padanya karena dia begitu mengasihi dirinya sendiri. Ketika saudara yang tenggelam itu hampir kehabisan tenaga dan mulai tenggelam, Saudara Wang terjun ke air dan berenang ke arahnya. Dengan satu tangan mengepit pinggang saudara yang tenggelam itu dan berenang dengan tangan yang satunya lagi, Saudara Wang membawa dia dengan selamat ke tepi sungai. Kemudian saya bertanya kepada Saudara Wang, “Mengapa Anda tidak cepat-cepat menyelamatkan dia? Anda bisa mengurangi penderitaannya dan dia tidak perlu menelan begitu banyak air.” Dia mengatakan, “Jika saya berusaha untuk menyelamatkan dia terlalu cepat, dia akan sedang bergumul demi nyawanya dan akan memegang apapun yang bisa dia pegang, dan kami berdua akan tenggelam. Ada rahasia dalam menyelamatkan orang yang tenggelam: Jangan menolong siapapun yang masih hidup dan jangan menolong siapapun yang sudah mati; hanya selamatkan mereka yang setengah mati. Jangan menolong mereka yang sudah mati sebab tidak ada gunanya menolong mereka. Jangan menolong mereka yang masih hidup, sebab mereka masih meronta-ronta dengan kekuatan mereka. Ketika Anda mendekati mereka, mereka akan memegang Anda dan baik mereka maupun Anda tidak akan bisa berenang, dan Anda berdua akan tenggelam. Itulah sebabnya mengapa Anda seharusnya hanya menyelamatkan mereka yang setengah mati, mereka yang bisa Anda pegang, tapi tidak bisa memegang Anda. Dengan demikian, Anda akan aman, dan mereka akan selamat.”
Kita ini seperti seseorang yang sedang tenggelam. Allah hanya akan menyelamatkan kita setelah kita kehabisan tenaga kita. Namun masalahnya adalah manusia seringkali berusaha untuk bisa melakukannya ketika mereka dengan jelas mengenal bahwa mereka tidak bisa melakukannya. Kita berdoa, membuat ketetapan hati, dan bergumul. Itu membuat mustahil bagi Allah untuk menyelamatkan kita. Kita harus seperti orang yang tenggelam yang sudah kehabisan seluruh kekuatannya untuk bergumul dan berjuang; kemudian Allah akan menyelamatkan kita. Jika kita masih meronta-ronta dengan tangan dan kaki kita dan masih menetapkan pikiran kita dan bergumul, itu berarti kita masih berusaha untuk bisa melakukannya dan belum kehabisan kekuatan kita. Allah akan menunggu dan tidak akan melakukan apa-apa. Dia akan menunggu sampai kita berhenti berusaha untuk menyelamatkan diri kita sendiri, dan kemudian Dia akan melangkah untuk menyelamatkan kita. Oleh karena itu, kita tidak saja harus jelas bahwa kita tidak bisa melakukannya, namun kita juga harus berhenti untuk berusaha bisa melakukannya. Satan senang melihat kita maju untuk berperang melawan dia. Begitu kita maju, dia menang. Tipuannya adalah dengan membujuk kita supaya bergerak. Begitu kita bergerak, dia menang. Allah harus menunggu sampai kita menurunkan kedua tangan kita dan sepenuhnya menyerah. Hanya pada saat itulah kita akan menang. Inilah makna dari merelakan. Merelakan adalah melepaskan semua kemampuan kita dan menyisihkan hayat kita sendiri sepenuhnya. Melalui mengakui bahwa kita tidak bisa melakukannya dan melalui mengatakan bahwa kita tidak memiliki maksud untuk berusaha untuk bisa melakukannya, kita akan menang.
Bermegah atas Kelemahan Sendiri
Banyak orang akrab dengan bagian depan dari 2 Korintus 12:9, namun mereka melupakan bagian belakang dari ayat ini. Hari ini kita akan memberi perhatian yang khusus pada bagian belakang dari ayat ini. Paulus mengatakan bahwa dia terlebih suka bermegah atas kelemahannya supaya kuasa Kristus turun menaunginya. Kelemahan menandakan bahwa seseorang itu sangat rentan. Ketika Paulus sedang lemah, apa yang dia lakukan? Apakah dia menangis? Tidak, dia bermegah. Dia bermegah bahwa kelemahan bagi dia merupakan suatu kasih karunia dan kemuliaan. Dia bermegah dan dimuliakan dalam kelemahannya. Dia mengatakan, “Aku memang lemah. Tapi aku bersyukur dan memuji Tuhan.” Inilah sikap Paulus. Inilah kemegahan dan kemuliaannya. “Mungkin aku lemah, tapi aku bersyukur dan memuji Dia. Aku tidak bisa mengalahkan godaan-godaan, namun aku bersyukur pada Allah dalam segala hal.” Sudahkah kita bersyukur kepada Allah seperti ini? Sudahkah kita mengucapkan syukur dalam segala sesuatu? Kita seharusnya datang kepada Tuhan dan berkata, “Aku bersyukur pada-Mu bahwa aku tidak bisa membuang pikiran-pikiran kotor, kesombongan, kecemburuan, dan amarahku. Allah, aku tidak bermaksud untuk membuang pikiran-pikiran kotor, kesombongan, kecemburuan, dan amarahku. Aku tidak bisa melakukan apa pun, dan aku tidak bermaksud untuk melakukan apa pun. Aku bersyukur dan memuji-Mu bahwa aku tidak bisa melakukannya. Aku ini lemah, dan aku bermegah atas kelemahanku.”
Tahun lalu saya berjumpa dengan seorang saudara yang dahulu adalah seorang Jendral di Pasukan Sukarela Manchuria. Dia mengalami banyak peperangan melawan pasukan Jepang di Manchuria. Selama peperangan tersebut, perasaan moralnya dan kesusilaan insaninya benar-benar hilang. Kemudian dia mendengar bahwa ada seorang saudara sedang memberitakan injil di suatu tempat. Dia pergi dan beroleh selamat dan menjadi seorang Kristen yang baik. Akhirnya, dia juga menikah dengan seorang saudari dalam Tuhan. Dikarenakan dia sangat takut pada orang-orang Jepang, dia memutuskan untuk pindah ke Shantung untuk membuka praktek pengobatan. Ada sidang di tempat dimana dia berada, dan dia pergi dan bergabung dengan sidang-sidang itu. Ketika saya berada di sana tahun lalu, saya berjumpa dengannya. Pada hari pertama saya menjumpai dia, saya merasa bahwa ada sesuatu yang aneh pada dirinya. Dia berpakaian rapi dan orangnya baik, namun dia kelihatannya sedikit tidak sopan. Ketika dia masuk ke dalam ruangan, dia tidak melepaskan topinya. Saya menjadi tertarik padanya dan secara khusus memperhatikan dia. Selama beberapa hari itu, saya mengadakan suatu konperensi dengan subyek tentang Kristus sebagai hayat kita. Pada suatu hari setelah sidang, dia memberi tahu saya bahwa dia memiliki suatu hal yang penting untuk didiskusikan dengan saya. Saya memberi tahu dia bahwa dia bisa datang keesokan harinya. Dia bertanya kalau dia bisa datang jam enam pagi. Saya memberi tahu dia bahwa saya menumpang di rumah orang lain dan bahwa akan menyusahkan pemilik rumah jika saya menerima dia sepagi itu. Saya menyarankan supaya dia datang jam tujuh. Keesokan paginya, jam tujuh pagi, saya turun setelah munajat pagi saya dan dia sedang menunggu saya.
Dia adalah seorang yang tegap dan tinggi, khas orang Cina bagian utara. Namun dia mulai menangis di hadapan saya dan berkata, “Saya memiliki satu dosa yang belum bisa saya kalahkan untuk sejangka waktu yang lama. Ketika saya masih berada di ketentaraan, orang lain menghisap ganja, tapi saya lebih memilih untuk menghisap rokok saja. Kadang-kadang saya merokok lebih dari dua puluh batang dalam satu hari. Kemudian, saya menjadi seorang Kristen dan menikahi istri saya yang sekarang. Saya sangat damba untuk berhenti merokok. Saya sudah mencobanya berkali-kali namun terus menerus gagal. Saya berhenti dan merokok, berhenti dan merokok, terus menerus. Saya sangat terganggu oleh hal ini. Keadaannya semakin buruk ketika saya pindah ke Shantung. Jika saya merokok di jalan, saya kuatir kalau ada saudara-saudara yang melihat saya. Jika saya merokok di rumah sakit, saya kuatir kalau para perawat yang adalah saudari-saudari melihat saya dan mengkritik saya. Jika saya merokok di rumah, istri saya akan mengomeli saya. Satu-satunya jalan supaya saya bisa merokok adalah dengan merokok secara diam-diam. Begitu saya mendengar seseorang mendekat, saya menyembunyikan rokok saya. Ini merupakan suatu penderitaan yang besar bagi saya, namun saya tidak bisa melakukan apa-apa. Di masa lalu, saya membunuh musuh saya dengan pistol, tapi saya tidak bisa menghentikan kebiasaan merokok saya, bahkan jika saya mempunyai pistol. Selama beberapa bulan belakangan ini, saya sangat terganggu oleh perkara ini. Tn Nee, apa yang harus saya lakukan?”
Sementara dia berbicara, saya memandang dia dan tertawa. Saya mengatakan, “Saya sangat gembira berjumpa dengan orang-orang seperti Anda.” Dia berkata, “Tn Nee, tolong jangan mengolok-ngolok saya. Saya sedang putus asa, dan Anda malah tertawa.” Saya mengatakan, “Tidak penting jika Anda merokok, dan tidak penting jika Anda tidak bisa berhenti. Yang perlu Anda lakukan adalah satu hal.” Dia mengatakan, “Apa itu?” Saya mengatakan, “Misalnya saya datang ke rumah sakit Anda hari ini untuk menjadi pasien dan menandatangani kontrak dengan Anda untuk tinggal di rumah sakit untuk selamanya. Apa yang akan Anda katakan?” Dia berkata, “Jika Anda tidak sakit, rumah sakit tidak bisa menerima Anda.” Saya kemudian bertanya, “Orang macam apa yang Anda terima?” Dia menjawab, “Hanya mereka yang sakit.” Saya berkata, “Benar. Sekarang Anda seharusnya datang kepada Tuhan dan berkata, ‘Tuhan, aku bersyukur dan memuji-Mu sebab aku merokok. Aku bersyukur dan memuji-Mu sebab aku tidak bisa berhenti merokok. Aku bisa berhenti selama lima hari, tapi kemudian aku harus merokok lagi. Aku memenuhi syarat untuk datang kepada-Mu. Firman-Mu mengatakan bahwa orang yang sehat tidak memerlukan tabib; hanya mereka yang sakit yang memerlukan tabib. Jika aku bisa melakukannya dengan diriku sendiri, aku tidak memerlukan-Mu. Namun aku tidak bisa melakukannya; oleh karena itu, aku memerlukan-Mu. Tuhan, aku adalah seorang pasien. Aku datang pada-Mu. Aku bersyukur dan memuji-Mu.’” Dia menjawab, “Saya bisa memuji Dia atas banyak hal lain, tapi saya tidak bisa memuji Dia atas hal ini. Saya belum pernah bersyukur dan memuji Dia seperti doa Anda tadi.”
Kemudian saya memperlihatkan 2 Korintus 12:9 kepadanya dan memberi tahu dia bagaimana Paulus lebih suka bermegah atas kelemahannya supaya kuasa Kristus turun menaunginya. Saya mengatakan, “Anda menangisi kelemahan Anda, namun Paulus bermegah atas kelemahannya. Betapa berbedanya! Anda harus bermegah atas kelemahan Anda. Anda harus mengatakan kepada Tuhan, ‘Aku telah berdosa, dan aku tidak bisa mengalahkan dosaku. Aku tidak bisa berhenti merokok dengan diriku sendiri, dan aku tidak lagi berketetapan untuk berhenti merokok. Aku menyerahkan diriku kepada-Mu.’” Setelah itu kami berdua berlutut untuk berdoa. Dia berdoa kepada Tuhan, “Aku adalah seorang berdosa, dan aku tidak bisa mengalahkan dosaku. Aku tidak akan berusaha untuk bisa melakukannya, dan aku bahkan tidak akan lagi berpikir bahwa aku bisa. Aku menyerahkan hal ini kepada-Mu. Semoga kuasa-Mu termanifestasi di dalamku. Tuhan, aku bersyukur pada-Mu. Aku tidak bisa melakukannya, namun Engkau bisa.”
Setelah dia mengucapkan doa tersebut, dia tidak mengatakan apa-apa lagi, melainkan mengambil topinya dan bersiap untuk pergi. Saya memanggil dia dan bertanya, “Apakah Anda akan merokok setelah Anda pulang?” Dia berkata, “Dengan diri saya sendiri, saya akan merokok dan saya tidak bisa berhenti. Namun Allah akan menghentikannya bagi saya. Jika saya berhenti, Tuhanlah yang menghentikannya bagi saya.” Setelah dia pulang, saya merasa kuatir bagi dia dan bertanya-tanya apakah dia sudah benar-benar dimerdekakan. Setelah dua hari saya tidak mendengar berita apa pun dari dia. Setiap hari dia berdiri setelah sidang dan langsung pergi. Saya mengutus orang untuk menanyakan kondisinya, namun tidak menerima jawaban apa pun. Suatu kali setelah membawakan berita, saya melihat dia dan bertanya kepadanya, “Apakah Anda masih merokok?” Dia menjawab, “Tidak! Tapi saya berdebat dengan istri saya sepanjang hari.” Saya berpikir, “Satu dosa hilang dan dosa lainnya muncul!” Dia melanjutkan, “Saya berdebat dengan istri saya dan memberi tahu dia bahwa saya sudah berusaha untuk berhenti merokok tapi gagal dan bahwa dia sudah merecoki saya selama dua tahun tanpa hasil, tapi kali ini Allah berhasil melakukannya bagi saya. Saya berhenti begitu saja.” Saya mengatakan, “Kalau itu yang kalian perdebatkan, tidak apa-apa.” Saya tinggal di sana selama tiga minggu berikutnya. Dia bersaksi pada akhirnya, “Kecanduan saya terhadap rokok sudah hilang sama sekali. Saya tidak lagi memiliki kedambaan untuk merokok. Satan menggoda saya dua kali, namun saya tidak memberi tahu dia bahwa saya tidak akan merokok lagi. Saya hanya mengatakan bahwa dengan diri saya sendiri, saya masih akan merokok, tapi Allah bisa berhenti merokok bagi saya. Saya tidak perlu merasa kuatir lagi mengenai perkara ini. Ini sungguh ajaib. Ketika saya tidak bergerak, bahkan ketika godaan datang, saya menemukan bahwa saya bisa menang.” Hari ini dia masih menang. Beberapa waktu yang lalu, saya menerima sebuah surat dari Shantung yang mengatakan bahwa saudara ini memang sudah menang.
Saudara saudari, Anda harus menyadari bahwa Anda tidak bisa melakukannya, dan Anda tidak boleh berusaha untuk bisa melakukannya. Lebih jauh lagi, Anda harus bermegah atas fakta bahwa Anda tidak bisa melakukannya. Jika Anda melakukan hal ini, tidak ada yang bisa menghentikan kuasa Allah untuk dimanifestasikan di dalam Anda. Jika Anda bergerak, Anda akan mengganggu kuasa Allah. Jangan berusaha untuk bisa melakukannya. Biarkan godaan datang dan pergi. Tidak perlu melawan godaan. (Tentu saja, melawan Satan adalah hal yang berbeda yang berhubungan dengan peperangan rohani.) Tidak perlu bagi Anda untuk kuatir tentang apa pun. Anda hanya perlu berkata, “Terima kasih Tuhan, aku tidak bisa melakukannya. Aku tidak bisa menang.” Banyak orang senang membubuhkan gelar mereka pada kartu nama mereka. Kita seharusnya menuliskan pada kartu nama kita, “Spesialis Melakukan Dosa.” Kita adalah ahli-ahli dalam melakukan dosa. Kita tidak bisa melakukan apa pun selain melakukan dosa. Kita harus berkata kepada Tuhan, “Aku hanya bisa berbuat dosa. Aku ini lemah dan tidak bisa melakukan apa pun. Engkaulah Satu-satunya yang bisa melakukannya. Jadilah Yang Bisa melakukannya bagi saya. Aku bersyukur pada-Mu bahwa aku tidak memiliki jalan untuk menolong diri saya sendiri. Engkau ada jalan. Aku tidak berdaya, namun Engkau memiliki kuasa untuk melawan bagiku.” Jika kita berdiri di atas dasar ini, kita akan menang setiap waktu.
Saya bisa memberi kesaksian mengenai diri saya sendiri. Pada suatu saat saya mudah marah. Dua orang teman sekolah saya bisa bersaksi mengenai hal ini. Bertahun-tahun yang lalu ketika saya berada di Shanghai, Satan terus menerus mendatangi saya untuk mencobai saya. Kadang-kadang orang lain akan mengatakan sesuatu yang menjengkelkan. Saya tidak mau mendengarnya, dan saya merasa tidak nyaman di batin ketika mendengarnya. Satan akan datang dan mencobai saya dan menggugah amarah saya. Saya tahu bahwa saya tidak bisa mengendalikan amarah saya; saya ingin marah-marah. Sebelum saya mengenal kebenaran mengenai pemenang, saya akan mengekang amarah saya. Kadang-kadang amarah itu tidak berada di mulut saya, namun masih tetap berada di dalam diri saya. Bahkan ketika saya kelihatannya tenang dan lembut secara luaran, saya masih sedang memerangi pencobaan tersebut. Saya hanya mengekang amarah saya dengan kekuatan saya sendiri. Kemudian Kristus memperlihatkan sedikit kepada saya apa kemenangan itu. Dia memperlihatkan kepada saya bahwa Kristus di batin bisa mengalahkan amarah saya. Setiap kali saya mulai marah, saya memberi tahu Tuhan, “Aku bisa marah. Aku menikmati marah. Aku sedang mulai marah, dan aku bahkan ingin marah. Tapi Tuhan, Engkau tidak marah. Engkau adalah kemenanganku di batin. Aku tidak berhasil melakukannya, namun Engkau berhasil. Aku tidak bisa melakukannya, tapi Engkau bisa. Aku percaya bahwa Engkau bisa mengalahkan amarahku.” Melalui berdoa seperti ini, saya mengalami hayat yang menang. Kemenangan kita sepenuhnya di dalam Kristus, bukan di dalam diri kita sendiri. Jika kita menyisihkan diri kita sendiri dan tidak bergumul, meronta-ronta, atau mengambil jalan kita sendiri, melainkan percaya dalam Kristus dan bersandar pada-Nya sebagai kemenangan kita, kita akan mengalami kuasa kemenangan Kristus secara terus menerus.
PERCAYA
Untuk menerima dan mengalami hayat yang menang, ada empat langkah yang harus kita tempuh. Pertama, kita harus melihat bahwa kita tidak bisa melakukan apa-apa. Kedua, kita harus berhenti untuk berusaha untuk melakukan apa pun. Ketiga, kita harus bermegah atas kelemahan-kelemahan kita. Keempat, kita harus percaya bahwa Allah mampu, yaitu, kita harus percaya bahwa Allah bisa melakukannya bagi kita. Selama kita bertindak berdasarkan keempat langkah ini, tidak ada godaan yang bisa menghalangi kita. Saya mengelompokkan tigal langkah yang pertama di bawah judul “Merelakan”. Langkah yang terakhir adalah Percaya.
Pernahkah Anda datang kepada Allah secara pasti dan berkata kepada-Nya, “Aku tahu bahwa aku tidak bisa melakukannya. Aku tidak bisa mengubah diriku sendiri dan mustahil bagiku untuk berubah. Aku tidak lagi bermaksud untuk berubah. Aku menyerahkan segalanya kepada tangan-Mu”? Begitu Anda menyerahkan segalanya ke dalam tangan Tuhan dan merelakannya, Anda baru mengambil langkah yang pertama menuju kemenangan. Langkah berikutnya adalah percaya. Merelakan itu pasif, sedangkan percaya itu aktif. Sebagai tambahan dari merelakan, Anda masih harus percaya bahwa Allah itu mampu, bahwa Dia bisa menang bagi Anda.
Pernah sekali saya berjumpa dengan seorang misionaris Barat yang sering makan pagi bersama dengan kami ketika kami sedang mengadakan sidang-sidang. Dia mendengar pengajaran mengenai kehidupan yang menang, namun dia masih belum memahaminya. Saya bertanya kepadanya, “Orang lain sudah menang dalam waktu yang singkat. Mengapa Anda masih belum menang setelah dua minggu? Apakah Anda sudah merelakan?” Dia menjawab, “Ya, saya sudah. Saya tahu bahwa saya tidak bisa melakukannya, namun saya masih belum menang.” Saya berkata, “Jika Anda sudah merelakan, Anda seharusnya sudah mengalaminya. Apakah Anda telah menyinggung seseorang?” Dia mengatakan, “Saya tidak berani mengatakan bahwa saya bisa mengalahkan setiap dosa. Saya tidak berani mengatakan bahwa saya akan menang jika saya melakukan ini atau itu.” Saya mengatakan, “Anda sangat mengenal dosa, namun Anda kurang mengenal Tuhan.” Saya membuka Alkitab dan memperlihatkan kepadanya di dalam Roma bahwa kita akan menghasilkan buah kepada pengudusan jika kita mempersembahkan diri kita kepada Allah sebagai orang-orang yang dahulu mati tetapi sekarang hidup (Rm. 6:13). Apakah konsikrasi? Konsikrasi adalah menyajikan diri kita kepada Allah. Ini adalah mempersembahkan diri kita kepada Allah dan membiarkan Allah untuk melakukan apa pun yang ingin Dia lakukan. Allah berkata, “Engkau hanya layak untuk mati. Aku sudah menyalibkanmu di salib. Engkau tidak perlu melakukan apa-apa. Yang harus engkau lakukan hanyalah menyerahkan dirimu kepada-Ku. Aku bisa membuatmu menghasilkan buah..”
Dia memberi tahu saya bahwa dia tidak berani untuk mengatakannya. Wajah saya langsung tegang. Saya berdiri di hadapannya dan menunjuk ke arahnya, dan berkata, “Tahukah Anda perkataan siapakah yang Anda ragukan? Allah mengatakan bahwa jika Anda menyerahkan diri Anda kepada-Nya dan mengkonsikrasikan diri Anda kepada Dia, Dia akan membuat Anda menjadi kudus. Namun walaupun Anda sudah mengkonsikrasikan diri Anda, mengakui bahwa Anda tidak mampu untuk melakukan apa-apa, dan sudah mempersembahkan segalanya kepada Allah, Anda mengatakan bahwa Allah belum melaksanakan bagian-Nya. Ayat ini mengatakan bahwa manusia memiliki bagiannya dan Allah memiliki bagian-Nya. Jika manusia sudah melaksanakan bagiannya, Allah akan melaksanakan bagian-Nya. Tapi walaupun Anda mengatakan bahwa Anda sudah merelakan dan melaksanakan apa yang seharusnya Anda lakukan, Anda mengatakan bahwa Allah belum memberikan kemenangan kepada Anda. Tahukah Anda apa arti dari perkataan Anda itu? Anda sedang mengatakan bahwa Allah sudah membuat sebuah kontrak dengan Anda dan bahwa Anda sudah melaksanakan bagian Anda, tapi Allah belum melaksanakan bagian-Nya. Anda sedang mengatakan bahwa Allah tidak jujur, dan bahwa Dia tidak setia.” Dia mengatakan, “Mana berani saya berkata demikian!” Saya mengatakan, “Jika itu bukan yang Anda maksudkan, maka Anda harus mengatakan, ‘Allah, aku sudah menyerahkan diriku ke dalam tangan-Mu. Aku tahu bahwa aku pasti akan menang sebab aku sudah melaksanakan bagianku, dan Engkau pasti akan melaksanakan bagian-Mu. Anda pasti akan membuatku menang sebab aku sudah menyerahkan diriku pada-mu.’” Setelah seseorang merelakan, dia harus bersaksi, dan berkata, “Syukur pada Tuhan. Aku percaya bahwa Dia telah melaksanakan apa yang telah kuserahkan pada-Nya.” Allah akan bekerja di dalam Anda hanya sampai taraf dimana Anda menyerahkan diri Anda kepada-Nya. Begitu Anda percaya, perkara itu dioper ke dalam tangan Kristus, dan Dia akan mengambil alih.
Seorang Kristen sedang naik sepeda di pedesaan yang terpencil. Dia mencapai suatu lapang kosong yang terbuka, dimana di sana terdapat sebuah sumur tua. Dia ingin turun ke dasar sumur itu, dan oleh karenanya dia mengikat seutas tali pada tepi sumur tersebut dan dia menuruni sumur itu. Ketika dia mencapai ujung dari tali tersebut, dia tidak bisa merasakan dasar dari sumur tersebut. Dia mencoba untuk memanjat kembali ke atas, tapi dia sudah kehabisan tenaga. Bergantungan pada tali tersebut, dia tidak bisa naik ataupun turun. Dia berteriak minta tolong, namun tempat tersebut terpecil, dan tidak ada seorang pun yang mendengar teriakannya. Dia bertahan untuk sejangka waktu, namun bobot badannya menjadi semakin berat. Selama dua jam dia tanpa daya bergantung di sana. Akhirnya, dia tidak tahan lagi. Dia adalah seorang Kristen dan dia berpikir bahwa dia seharusnya berdoa. Dia berkata, “Allah, aku mau jatuh. Biarlah saya jatuh ke dalam kekekalan.” Setelah berdoa, dia melepaskan pegangannya, mengira bahwa dia pasti mati. Namun dia hanya beberapa sentimeter dari dasar sumur. Setelah dia jatuh ke dasar sumur itu, dia menyesal karena dia sudah demikian menderita dikarenakan dia tidak melepaskan pegangannya lebih cepat. Inilah sikap kita terhadap Kristus. Kita mengira bahwa kita akan jatuh ke dalam Dunia Orang Mati kecuali kita bergumul, meronta-ronta, dan membuat ketetapan hati. Sebenarnya, jika kita mau merelakan, kita tidak akan jatuh ke dalam Dunia Orang Mati. Kita akan jatuh ke atas Kristus Sang Batu Karang. Kita harus percaya bahwa saat kita merelakan, Allah akan mengambil alih. Dia akan memberi kita kuasa. Dia akan membuat kita menang. Kita hanya perlu percaya pada-Nya.
Teman-teman, begitu hayat kita habis, hayat Allah akan beroperasi. Begitu kita merelakan, Allah akan mengambil alih, dan hayat-Nya akan diperhidupkan melalui diri kita. Kapankala kita berhenti memperhidupkan hayat kita sendiri, hayat Allah akan diperhidupkan dari diri kita. Begitu kita menyisihkan diri kita, hayat Allah akan diperhidupkan dari diri kita. Jika kita ingin mengalami Kristus sebagai hayat kita yang menang, hal pertama yang harus kita lakukan adalah merelakan dan melihat bahwa kita tidak bisa melakukannya, berhenti berusaha, dan bermegah atas kelemahan kita. Setelah kita merelakan sepenuhnya, kita harus percaya bahwa Allah mampu untuk membuat Kristus menjadi hayat kita yang menang, dan bahwa Dia bisa memanifestasikan hayat dan kuasa Kristus melalui diri kita.